“Berapa harganya bu?” tanya saya.
Si ibu yang saya maksud kemudian menghitung-menghitung pakai kalkulatornya. 1 buah kabel gulung, 2 buah lampu neon….
“48 ribu, mas” tandasnya.
Saya pun merogoh duit di dompet saya. Selembar limapuluh ribuan.
“Ini bu…” ucap saya, seraya mengambil barang-barang tadi.
“Eh, sebentar mas… kembaliannya” dia buru-buru memanggil saya seraya mengacung-ngacungkan uang dua lembar seribuan rupiah.
“Oh…” kata saya seraya tersenyum, seraya kemudian
“Huahahahaha….. hihihihi…” saya tak sanggup lagi menahan tawa saya. Dari tadi saya sudah pengen meledak rasanya.
Si ibu mengernyitkan dahi. Orang gila, mungkin begitu pikirnya.
“Hihihi…. ibu kena tipu……! hihihi..” perut saya begitu terkocok
Si ibu langsung geram, dia langsung melihat lembaran limapuluhribu yang
saya kasih. 3D dilihat diraba diterawang…. Mmmm… asli kok…. atau
jangan-jangan….
“Ibu … bayangkan, saya mengasih ke ibu cuma
selembar kertas, tapi ibu mengasih ke saya dua buah lampu dan satu buah
kabel listrik… sudah gitu… ibu malah nambah lagi ngasih dua lembar
kertas…. hahahaha…. betapa pertukaran yang begitu bodoh…..!” ucap saya
seraya menjauh
Si Ibu makin bengong.
Yang bodoh saya atau dia, pikir si ibu…
***
Saya jelas tak mau dikatakan bodoh. Enak aja. Yang bodoh sebenarnya
bukan ibu itu, bukan saya juga, tapi yang bodoh adalah kita secara
kolektif.
Betapa tidak kita selama ini dibodohi dengan pertukaran bodoh yang sehari-hari kita lakukan.
Nggak percaya, sekarang ambil dompet anda. Keluarkan uang lima puluh
ribuan. Bila sudah sekarang di samping kanan uang lima puluh ribu,
letakkan uang dua ribu rupiah. Lihat apa bedanya? Jenis kertas yang
sama, yang beda hanya ukuran yang beberapa mili lebih gede, warnanya,
serta gambarnya… selebihnya sama. Tapi kenapa yang satu bisa buat beli
baju, yang satunya boro-boro.. paling cuma buat permen dan kuaci.
Sekarang ambil sehelai kertas hvs. Letakkan di samping kiri uang lima
puluh ribuan. Sekarang bandingkan. Kertas ini sekarang jauh lebih besar
panjang dan lebarnya, jenis kertasnya juga lebih bersih. Semestinya anda
bisa beli beberapa buah baju mahal dengannya.
Tapi apa yang terjadi? Boro-boro dapat, meski sehelai baju. Yang ada anda malah dilempari sandal jepit.
Jadi bodoh sekali kita, selama ini kita dibodohi dengan nilai yang
diterakan di atas selembar kertas kecil. Lalu kita sampai harus keluar
keringat banyak, sampai menghabiskan waktu, bahkan saling menikam demi
mendapatkan kertas-kertas itu…….
Saya bicara tentang konsep flat money, yang sebenarnya adalah sebuah
tindakan aneh yang diambil, awalnya oleh amerika serikat, selanjutnya
diikuti oleh eropa dan negara-negara lainnya di dunia. Sebelumnya
pertukaran dunia didasarkan pada emas dan perak selama ribuan tahun.
Tapi dengan alasan yang sebenarnya mengada-ada, diputuskanlah uang
kertas sebagai mata uang utama pengganti emas dan perak.
Akibatnya orang-orang dihipnotis, sebagian lainnya dipaksa percaya.
Bahwa kertas yang anda pegang bernilai sekian sedangkan yang warna lain
bernilai sekian. Padahal nilai aslinya berapa sih sang kertas itu? Mau
tahu nilai aslinya tanyalah ke tukang loak kemudian tanya berapa beliau
mau beli sebuah kertas dengan berat cuma beberapa gram?
Akibatnya lagi, sekejap dalam hitungan tahun yang tak berapa lama..
terjadi inflasi yang luar biasa. Harga-harga jadi meningkat tajam dan
begitu mudah dipermainkan. Saya masih ingat dulu waktu SD harga es sirup
jeruk di sekolah cuma 50 rupiah, sekarang harganya sudah 500 rupiah.
Berarti ada peningkatan 10 kali lipat. Bukan, bukan esnya yang meningkat
harganya. Tapi hakikatnya, nilai uangnya yang menurun 10 kali lipat.
Kasus yang sama juga terjadi pada gaji seorang pegawai. Banyak orang iri
kepada gaji pegawai negeri yang katanya selalu meningkat saban
tahunnya. Teman saya yang seorang PNS kemudian protes dan menuturkan
pada saya.
“Tidak, bukan gajinya yang naik. Gajinya sebenarnya tetap. Karena
dari dulu uang yang dikasih berapa pun besarnya ternyata dinilai dengan
harga barang kebutuhan pokok jumlahnya tetap itu-itu saja. Dulu dengan
100 ribu kami bisa beli 15 liter beras, sekarang gaji dinaikkan jadi 150
ribu, ternyata juga hanya bisa beli 15 lter beras.” Keluhnya.
Saya jadi merenung dan baca-baca kembali sejarah peradaban islam yang
begitu gemilang. Ketika sistemnya adalah khilafah, maka kebijakan
moneternya adalah emas dan perak yang nol inflasi. Buktinya, dulu
tercatat di zaman sahabat harga hewan sejenis ayam satu dirham, sekarang
setelah 1400 tahun lebih masih sama, tetap sekitar satu dirham…. Hmmm..
Dan mengenang pertukaran bodoh yang saya lakukan dengan si ibu tadi….
lalu kemudian saya tertegun…. memandangi isi dompet saya, masih ada
beberapa lembar uang kertas… walah… walah… bodohnya saya masih
menyimpannya…..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar